Jakarta – Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid menegaskan bahwa pemerintah terus memperkuat langkah pengawasan ruang digital untuk menghadapi ancaman kejahatan siber, termasuk judi daring yang semakin menyasar kelompok rentan seperti anak dan remaja.
Penegasan tersebut disampaikan dalam rapat kerja bersama Komisi I DPR RI, di mana Meutya memaparkan bahwa ekosistem digital Indonesia membutuhkan fondasi pengaturan yang lebih kuat agar mampu menjawab kompleksitas risiko yang berkembang dengan sangat cepat.
Menurut Meutya, terdapat dua tantangan terbesar yang kini menonjol: derasnya arus disinformasi serta maraknya kejahatan digital yang memanfaatkan ketidaksiapan masyarakat dalam berinteraksi di dunia maya.
Judi daring, penipuan digital, eksploitasi anak, dan manipulasi informasi menjadi ancaman nyata yang dapat menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi dalam jangka panjang.
Untuk menghadapi tantangan tersebut, Kementerian Komdigi menitikberatkan langkah pada tiga pilar utama, yakni penguatan regulasi, pembangunan jaringan komunikasi publik, serta peningkatan kualitas sumber daya manusia dan literasi digital masyarakat.
Ketiga aspek ini dirancang untuk memperkuat ketahanan digital nasional, termasuk dalam melindungi anak dari paparan konten berbahaya dan aktivitas ilegal berbasis teknologi.
Melalui berbagai regulasi, platform digital diwajibkan menerapkan teknologi verifikasi usia sehingga anak-anak di bawah batas tertentu tidak dapat membuat akun secara bebas.
“Sekali lagi, pada dasarnya aturan ini adalah mengatur agar penyelenggara sistem elektronik tidak secara teknis membiarkan anak-anak di usia tertentu masuk ke dalam ranah PSE-nya,” tegas Meutya.
Upaya pemerintah dalam memberantas judi daring turut diperkuat melalui sinergi lintas lembaga. Wakil Menteri Komunikasi dan Digital, Nezar Patria, menekankan bahwa intervensi Komdigi bersama PPATK, OJK, Bank Indonesia, dan Kepolisian RI menargetkan penurunan drastis perputaran dana judi daring.
“Judi daring menjadi ancaman serius bagi stabilitas sosial dan ekonomi masyarakat. Sudah sering kita mendengar korban judi daring melakukan kejahatan karena terdesak setelah mengalami kekalahan,” ujar Nezar.
Selain itu, pemerintah turut memperhatikan tingginya risiko judi daring terhadap generasi muda. Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, Andi Satya Adi Saputra, bahkan menyebut judi online sebagai bagian dari “tri wabah online” bersama narkoba dan pornografi.
Ia menegaskan bahwa kecanduan judi daring dapat menciptakan ketergantungan psikologis yang tidak kalah berat dibanding narkoba.
“Judi daring itu menjerumuskan. Menang sekali, ingin menang lagi. Kalah pun tetap penasaran,” ujarnya.
Melalui penguatan regulasi, literasi digital, dan kolaborasi antarlembaga, pemerintah berharap masyarakat—terutama anak dan remaja—mendapat perlindungan optimal dari ancaman digital.
[w.R]













Leave a Reply