Jakarta — Pemerintah semakin serius memperkuat akurasi penyaluran bantuan sosial (bansos) demi memastikan setiap rupiah anggaran benar-benar menyentuh warga yang membutuhkan. Salah satu langkah strategis yang kini ditempuh adalah pemanfaatan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) yang dikelola secara profesional oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Melalui pemutakhiran rutin, DTSEN menjadi fondasi penting dalam membangun sistem bansos yang adil, transparan, dan minim penyimpangan. Hasil terbaru dari validasi data menunjukkan sebanyak 1,9 juta keluarga dicoret dari daftar penerima manfaat karena tidak lagi memenuhi kriteria.
“Layak atau tidak layak ditentukan berdasarkan tingkat ekonomi, dan itu disesuaikan dengan jenis programnya, seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) atau Program Keluarga Harapan (PKH). Dulu, data dikumpulkan oleh tokoh lokal yang bisa menimbulkan bias sosial. Sekarang, pencacahan dilakukan oleh BPS dan diperbarui tiga bulan sekali,” ungkap Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan, Dedek Prayudi.
Dedek menyebut sistem lama sarat dengan kelemahan. Inclusion error dan exclusion error menjadi dua masalah klasik yang menghambat efektivitas bansos: warga yang seharusnya tidak menerima justru mendapat, sementara mereka yang benar-benar miskin terlewat karena tidak memiliki akses sosial.
Tak hanya menyoroti akurasi data, Dedek juga menekankan urgensi efisiensi dalam pengelolaan anggaran.
“Kita bicara angka besar. Bansos dan jaminan sosial menghabiskan hingga Rp114 triliun dari APBN. Ini adalah uang rakyat yang harus dipastikan berdampak dan tidak disalahgunakan,” ujarnya.
Senada, Peneliti Senior Indonesia Budget Center, Roy Salam. Ia menilai selama ini banyak penyaluran bansos yang meleset dari sasaran, menyebabkan pemborosan dana publik hingga lebih dari Rp10 triliun. Roy mendesak agar proses pembaruan data dilakukan secara terbuka, inklusif, dan melibatkan partisipasi masyarakat luas.
Menanggapi hal itu, Dedek kembali menegaskan bahwa efisiensi menjadi prinsip utama dalam pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Sejak awal masa jabatannya, Presiden telah menetapkan tiga arah besar: pemerintahan yang efisien dan bebas korupsi, pemerintahan yang menyejahterakan rakyat, dan pemerintahan yang membangun kemandirian bangsa.
“Presiden tidak main-main dengan efisiensi. Melalui Perpres Nomor 1 Tahun 2025, belanja-belanja seremonial seperti FGD, hotel, dan acara dipangkas. Pemerintah berhasil menghemat hingga Rp300 triliun,” tegas Dedek.
Langkah bersih-bersih data bansos ini menjadi bukti nyata keseriusan pemerintah dalam memperbaiki tata kelola bantuan sosial. Dengan DTSEN sebagai tulang punggung sistem, pemerintah berharap bansos dapat menjadi instrumen perlindungan sosial yang benar-benar tepat sasaran, efektif, dan membawa perubahan nyata bagi masyarakat.***
[edRW]
Leave a Reply