Menerima Hasil PSU sebagai Komitmen terhadap Kemajuan Demokrasi

Oleh : Robby Purnomo )*

Pemungutan Suara Ulang (PSU) merupakan salah satu mekanisme konstitusional yang dijamin oleh sistem demokrasi Indonesia. Proses ini dirancang sebagai bentuk koreksi terhadap potensi kekeliruan dalam pelaksanaan pemilu yang telah berlangsung. Oleh karena itu, menerima hasil PSU dengan lapang dada menjadi cerminan kedewasaan politik dan komitmen terhadap demokrasi yang sehat. Dalam konteks ini, PSU bukan hanya soal menang atau kalah, melainkan tentang menjaga kepercayaan publik terhadap sistem pemilu yang transparan dan akuntabel.

Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai lembaga yudikatif tertinggi dalam sengketa pemilu telah menjalankan tugasnya secara profesional dan independen. Ketua MK, Suhartoyo, menegaskan bahwa dalam mencermati seluruh keterangan dari pihak pemohon, jawaban dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan keterangan dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), tidak ditemukan adanya indikasi ketidakprofesionalan dari penyelenggara pemilu. MK juga menegaskan bahwa informasi yang bersumber dari media sosial bersifat subjektif dan anonim, sehingga tidak dapat dijadikan bukti hukum yang valid dan meyakinkan dalam persidangan.

Suhartoyo menjelaskan bahwa MK telah membacakan putusan untuk tujuh perkara sengketa pilkada, yakni masing-masing dua perkara di Kota Banjarbaru dan Kabupaten Tasikmalaya, serta masing-masing satu perkara di Gorontalo Utara, Empat Lawang, dan Bengkulu Selatan. Keputusan ini didasarkan pada bukti faktual dan hukum yang jelas, bukan pada opini atau persepsi pribadi yang berkembang di ruang digital. Hal ini menunjukkan komitmen MK dalam menjaga integritas pemilu dan memberikan keadilan secara objektif.

Di Gorontalo Utara, Ketua Bawaslu Provinsi Gorontalo, Idris Usuli, mengemukakan bahwa Bawaslu RI telah memutuskan memori keberatan yang diajukan oleh Tim Kuasa Hukum Paslon 01 (Roni Imran-Ramadhan Mapaliey) dengan Nomor :01/REG/K/TSM-PB/BAWASLU//V/2025 terhadap Paslon 02 (Thoriq Modanggu-Nurjana Hasan Yusuf) dinyatakan tidak dapat diterima. Keputusan ini merupakan cerminan dari ketegasan lembaga pengawas pemilu dalam memastikan bahwa seluruh proses keberatan harus memenuhi aspek formil dan materil sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Hal ini memperlihatkan bahwa upaya menjaga integritas pemilu tidak hanya dilakukan oleh KPU dan MK, tetapi juga Bawaslu sebagai pilar pengawasan yang tidak bisa dinegosiasikan.

Keputusan Bawaslu tersebut juga memberikan pesan yang kuat kepada seluruh peserta pemilu bahwa ketidakpuasan terhadap hasil harus disalurkan melalui mekanisme yang legal dan bertanggung jawab. Tidak cukup hanya dengan menyebarkan narasi di ruang publik tanpa bukti kuat, melainkan harus melalui jalur hukum yang diatur secara konstitusional. Sikap profesional lembaga penyelenggara dan pengawas pemilu ini menjadi fondasi penting dalam membangun kepercayaan masyarakat terhadap demokrasi.

Sikap negarawan juga ditunjukkan oleh para pemimpin daerah yang menyambut hasil PSU dengan bijaksana. Wakil Gubernur Gorontalo, Idah Syahidah Rusli Habibie, secara terbuka mengajak seluruh warga Gorontalo Utara untuk legowo menerima hasil PSU yang telah dilaksanakan. Ia menegaskan bahwa KPU telah menetapkan hasil rekapitulasi perolehan suara secara resmi, dan dengan demikian seluruh pihak harus mulai mengakhiri segala bentuk perdebatan yang justru dapat mengganggu ketenteraman sosial. Dalam pandangannya, menerima hasil PSU adalah langkah penting dalam membangun kembali kepercayaan publik dan memperkuat demokrasi lokal.

Senada dengan hal tersebut, Gubernur Sumatera Selatan, Herman Deru, mengingatkan pentingnya kedewasaan politik dalam menanggapi hasil PSU, terutama bagi seluruh masyarakat di Kabupaten Empat Lawang. Deru menekankan bahwa semua pihak, baik yang menang maupun yang kalah, harus menerima keputusan dengan jiwa besar demi menjaga stabilitas dan kesinambungan pembangunan di daerah. Herman Deru juga meyakini bahwa proses demokrasi harus diikuti dengan tanggung jawab moral dan sikap bijak, agar tidak terjadi polarisasi yang merugikan masyarakat secara luas.

Pernyataan-pernyataan tersebut menunjukkan bahwa demokrasi tidak hanya sebatas pada proses pemungutan suara, tetapi juga mencakup penerimaan terhadap hasilnya. Dalam sistem demokrasi yang matang, kekalahan bukan akhir dari partisipasi, melainkan titik awal untuk terus berkontribusi dalam pembangunan melalui peran yang konstruktif. Sebaliknya, kemenangan bukan berarti memiliki kekuasaan mutlak, melainkan tanggung jawab untuk memenuhi harapan rakyat secara adil dan inklusif.

Penting untuk dipahami bahwa hasil PSU yang telah disahkan oleh KPU dan dikukuhkan oleh putusan MK merupakan hasil akhir dari proses demokrasi yang sah. Oleh karena itu, segala bentuk penolakan yang tidak dilandasi oleh bukti hukum yang kuat hanya akan menciptakan ketegangan sosial dan mengganggu stabilitas politik. Masyarakat perlu diyakinkan bahwa sistem pemilu Indonesia telah memiliki mekanisme korektif yang bisa diandalkan, sehingga tidak ada ruang bagi kecurigaan yang berlebihan.

Lebih jauh, penerimaan terhadap hasil PSU juga merupakan bagian dari pendidikan politik yang mencerdaskan masyarakat. Dengan bersikap dewasa dan rasional dalam menyikapi dinamika politik, masyarakat ikut andil dalam menjaga kondusivitas sosial serta memperkuat fondasi demokrasi yang sudah dibangun selama ini. Hal ini penting terutama dalam menyongsong pemilu-pemilu berikutnya agar berlangsung lebih baik dan kredibel.

Pemerintah dan penyelenggara pemilu, dalam hal ini KPU dan Bawaslu, telah menunjukkan komitmen mereka dalam menjamin pelaksanaan PSU yang transparan dan adil. Dengan pengawasan ketat serta keterlibatan aktif masyarakat dan media, pelaksanaan PSU berjalan sesuai koridor hukum yang berlaku. Tentu saja, tidak ada sistem yang sempurna, namun yang terpenting adalah adanya upaya terus-menerus untuk memperbaiki proses demokrasi secara sistematis dan partisipatif.

Dengan begitu, diharapkan masyarakat dapat bersama-sama menempatkan hasil PSU dalam kerangka kemajuan demokrasi yang berkeadaban. Proses demokrasi tidak hanya berhenti pada hari pemungutan suara, melainkan berlanjut dalam bentuk penerimaan terhadap hasil dan kontribusi nyata dalam pembangunan. Lapang dada dalam menerima hasil PSU bukan tanda kelemahan, tetapi justru cerminan kedewasaan politik dan komitmen terhadap masa depan yang lebih baik. Dengan semangat ini, seluruh elemen masyarakat dapat melangkah maju sebagai bangsa yang dewasa, solid, dan siap menghadapi tantangan global bersama.

)* Penulis merupakan Pengamat Politik.

[edRW]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *