Oleh: Bara Winatha*)
Pembaruan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) merupakan langkah besar untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan perlindungan hak warga negara dalam proses penegakan hukum. Revisi regulasi ini dipandang sebagai salah satu agenda reformasi hukum paling strategis, terutama dalam memperkuat mekanisme pengawasan publik serta memastikan seluruh aparat penegak hukum bekerja berdasarkan prinsip profesionalitas dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Berbagai kalangan mulai dari lembaga legislatif, akademisi, hingga komunitas hukum turut memberikan kontribusi pemikiran untuk memastikan KUHAP baru dapat diterapkan secara konsisten dan sesuai prinsip keadilan.
Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman, mengatakan bahwa KUHAP baru justru memperkecil ruang terjadinya penyalahgunaan kewenangan oleh aparat penyidik. Regulasi ini menghadirkan penguatan signifikan terhadap posisi warga negara dalam seluruh tahapan proses hukum. Habiburokhman menyebut semangat revisi KUHAP bukanlah memperluas kewenangan aparat, tetapi menciptakan keseimbangan yang memastikan hak-hak warga, advokat, dan pihak-pihak yang berhadapan dengan penegak hukum memperoleh jaminan perlindungan yang lebih baik. Ia menilai pengesahan KUHAP baru merupakan tonggak penting dalam upaya reformasi kepolisian, karena memberikan landasan hukum yang lebih jelas terhadap koordinasi antarpenyidik dan meningkatkan ruang kontrol publik terhadap aparat penegak hukum.
Di sisi lain, Ketua IKA Doktor Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) Martono Anggusti menilai perubahan KUHAP tidak hanya berurusan dengan pembaruan norma, tetapi juga menjadi ujian kesiapan seluruh institusi hukum dalam menerapkannya secara efektif. Ia menjelaskan bahwa struktur hukum Indonesia membutuhkan penyelarasan pemahaman antara teori dan praktik, sehingga pembaruan ini harus menjadi momentum memperkuat profesionalisme aparat, mempertegas mekanisme koordinasi antarpenegak hukum, serta memastikan masyarakat memahami hak dan prosedur yang berlaku.
Sementara itu, Guru Besar Fakultas Hukum USU Prof. Ningrum Natasya Sirait mengatakan bahwa reformasi KUHAP baru harus memadukan asas kepastian hukum, kemanfaatan, dan rasa keadilan. Ia menegaskan bahwa implementasi KUHAP baru tidak boleh hanya berhenti pada aspek normatif semata, tetapi harus benar-benar mencerminkan perlindungan terhadap hak warga negara, baik terhadap korban, pelaku, maupun kepentingan publik secara lebih luas. Prof. Natasya menilai pentingnya memastikan bahwa regulasi baru ini disertai dengan aturan pelaksana yang teknis, jelas, serta mampu menjawab tantangan sistem peradilan pidana modern. Menurutnya, KUHAP baru akan efektif bila dibarengi dengan peningkatan kapasitas aparat penegak hukum dan sinkronisasi lintas kelembagaan.
Berbagai kegiatan edukasi terkait KUHAP baru telah digelar untuk memperkuat kesiapan seluruh pemangku kepentingan hukum. Forum akademik, organisasi profesi, hingga komunitas praktisi hukum aktif menyelenggarakan diskusi untuk membahas perubahan fundamental dalam regulasi tersebut—mulai dari kewenangan penuntutan, penerapan restorative justice, mekanisme penyelesaian perkara, hingga penguatan peran advokat. Implementasi KUHAP baru menuntut seluruh pihak memahami prosedur yang lebih ketat, transparan, dan berorientasi pada keadilan.
Salah satu perubahan penting dalam KUHAP baru adalah semakin diperjelasnya mekanisme koordinasi dan pengawasan (korwas) antara penyidik Polri dan penyidik tertentu. Sebelumnya, aturan koordinasi dinilai kabur sehingga berpotensi menimbulkan tumpang tindih kewenangan. Dengan KUHAP baru, koordinasi antar penyidik memiliki pedoman yang lebih rinci, sehingga mengurangi celah penyalahgunaan kewenangan dan meningkatkan akuntabilitas proses penyidikan. Pembaruan ini sejalan dengan upaya pemerintah memperkuat profesionalisme penegak hukum di tengah kompleksitas kejahatan modern.
Lebih jauh, KUHAP baru memberikan ruang lebih besar kepada masyarakat untuk mengawasi kinerja aparat penegak hukum melalui dukungan advokat. Advokat diposisikan sebagai mitra penting dalam memastikan keseimbangan antara kewenangan aparat dengan perlindungan terhadap hak warga negara. Dengan demikian, masyarakat bukan lagi sekadar objek hukum, tetapi juga subjek yang memiliki kapasitas melakukan kontrol terhadap jalannya proses penegakan hukum. penguatan ini diharapkan dapat mendorong terciptanya proses peradilan pidana yang lebih terbuka dan akuntabel.
Dalam konteks penegakan hukum yang memiliki tantangan semakin beragam, mulai dari kejahatan siber, penyalahgunaan wewenang, hingga penyelesaian perkara berbasis keadilan restoratif, KUHAP baru hadir sebagai regulasi yang memberikan kepastian prosedural dan kerangka kerja yang lebih adaptif. KUHAP ini diyakini akan memperkuat kepercayaan publik terhadap institusi hukum nasional, yang selama ini kerap dihadapkan pada tuntutan pembenahan struktural dan prosedural.
Di tingkat kelembagaan, implementasi KUHAP baru mendorong sinkronisasi kerja antara kepolisian, kejaksaan, lembaga peradilan, dan instansi penegak hukum lainnya. Setiap tahapan mulai dari penyidikan, penuntutan, hingga proses persidangan diharapkan berjalan dalam kerangka yang lebih transparan dengan standar akuntabilitas yang terukur. Pemerintah juga memastikan bahwa aturan pelaksana KUHAP baru disiapkan secara komprehensif agar tidak menimbulkan kekosongan hukum di lapangan ketika regulasi mulai diberlakukan.
Perubahan KUHAP juga menekankan pentingnya perlindungan terhadap seluruh pihak dalam perkara pidana. Korban memperoleh penguatan akses terhadap kompensasi dan restitusi, sementara pelaku tetap dijamin hak-hak dasar dalam proses hukum. Di sisi lain, kepentingan publik juga dilindungi melalui pengaturan yang menekankan efektivitas, efisiensi, dan kejelasan mekanisme penyelesaian perkara.
Dengan demikian, pemerintah memastikan bahwa KUHAP baru merupakan langkah nyata dalam mewujudkan penegakan hukum yang lebih transparan, akuntabel, dan berkeadilan. Pembaruan ini diharapkan menjadi fondasi penting bagi pembenahan menyeluruh sistem peradilan pidana di Indonesia, sekaligus memperkuat demokrasi dan perlindungan hak warga negara di masa mendatang.
*)Penulis merupakan pengamat sosial dan kemasyarakatan.













Leave a Reply