Pemerintah Pastikan Usut Tuntas Kasus Beras Oplosan hingga ke Akarnya

Oleh: Bara Winatha*)

Pemerintah memastikan akan mengusut tuntas praktik curang dalam tata niaga beras nasional yang merugikan negara dan masyarakat secara masif. Langkah tegas ini merupakan respons langsung terhadap laporan investigasi yang mengungkap maraknya praktik pengoplosan beras curah menjadi beras kemasan bermerek dengan label premium, yang dijual dengan harga tinggi tanpa peningkatan kualitas sebenarnya. Presiden RI Prabowo Subianto menyatakan bahwa tindakan ini merupakan bentuk kejahatan ekonomi yang sangat serius dan menuntut penindakan hukum tanpa pandang bulu.

Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, mengatakan bahwa praktik curang berupa pengemasan ulang beras curah ke dalam kantong bermerek dengan label “premium” telah berlangsung cukup lama dan merugikan masyarakat hingga Rp99 triliun per tahun. Modus operandi yang digunakan pelaku meliputi pencampuran beras kualitas rendah, penyalahgunaan program subsidi pangan, hingga manipulasi volume isi dalam kemasan yang tidak sesuai dengan label. Kementan bersama Satgas Pangan telah mengumpulkan lebih dari 260 sampel beras dari ratusan merek di 10 provinsi untuk diuji di laboratorium terakreditasi.

Hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa sebagian besar beras kemasan yang beredar di pasaran tidak memenuhi standar mutu yang ditetapkan. Dalam banyak kasus, volume beras dalam kemasan 5 kilogram ternyata hanya berisi sekitar 4,5 kilogram. Selisih ini, jika dikalikan dengan total konsumsi beras nasional, menunjukkan adanya kerugian besar yang ditanggung masyarakat. Praktik ini dinilai telah menciptakan distorsi dalam harga pasar, di mana harga beras di pasar tetap tinggi meskipun harga gabah di tingkat petani menurun.

Kementan juga menemukan bahwa sejumlah pelaku usaha memanfaatkan beras dari program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) yang semestinya ditujukan untuk masyarakat menengah ke bawah. Beras tersebut dicampur lalu dikemas ulang sebagai produk premium, sehingga menyalahgunakan tujuan program bantuan pemerintah. Sebagai bentuk tanggung jawab, sejumlah ritel besar telah menarik produk dari rak penjualan, dan pemerintah kini menyiapkan langkah hukum yang akan diproses melalui koordinasi lintas lembaga.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Anang Supriatna, mengatakan bahwa Kejaksaan Agung siap menindaklanjuti arahan Presiden RI untuk mengusut kasus beras oplosan secara tuntas. Kejaksaan akan berkoordinasi secara intensif dengan Kepolisian, Kementerian Pertanian, dan lembaga terkait lainnya guna memastikan proses hukum berjalan secara adil dan komprehensif. Tindakan yang dilakukan para pelaku tergolong dalam kategori kejahatan ekonomi serius, sehingga perlu penanganan hukum yang tidak biasa.

Tak hanya di tingkat pusat, respons keras terhadap beras oplosan juga muncul dari daerah. Ketua Komisi II DPR Papua, Yulianus Rumboisano, mengatakan bahwa pihaknya akan mengambil langkah serius dengan meninjau langsung kondisi di lapangan dan menggelar rapat koordinasi bersama instansi terkait. DPR Papua telah berencana memanggil Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi (Perindagkop), serta distributor beras di Papua untuk memastikan tidak adanya celah hukum yang memungkinkan beras oplosan beredar bebas di pasaran.

Yulianus menilai bahwa penting untuk segera mengatur ulang tata niaga beras di Papua, mengingat masih banyak distributor yang belum terdaftar secara resmi. Kondisi ini menciptakan ruang manipulasi yang berisiko merugikan masyarakat luas, terutama di wilayah-wilayah yang memiliki akses terbatas terhadap pangan berkualitas. Keberadaan beras lokal harus terus didorong dan diawasi, agar mampu memenuhi kebutuhan masyarakat tanpa mengandalkan distribusi dari luar yang rawan manipulasi.

Edukasi kepada para distributor lokal menjadi salah satu prioritas Komisi II DPR Papua. DPR akan terus melakukan pemantauan berkala terhadap ketersediaan dan kualitas beras lokal, sekaligus memastikan pasar murah tetap berjalan sesuai prinsip keadilan dan keterjangkauan. Dengan demikian, potensi permainan harga dan kualitas oleh oknum distributor bisa ditekan sejak awal.

Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pertanian, juga sedang mempersiapkan regulasi baru yang memperketat sertifikasi dan pengawasan terhadap produk beras kemasan. Langkah ini termasuk penerapan standar label yang lebih ketat, serta keharusan pengujian mutu secara berkala oleh laboratorium independen. Diharapkan, regulasi ini mampu mencegah terulangnya praktik curang dalam distribusi beras di masa mendatang.

Dalam jangka menengah, pemerintah juga berencana membangun sistem distribusi pangan berbasis teknologi yang transparan dan terintegrasi. Sistem ini akan memungkinkan pemantauan distribusi beras secara real-time, mulai dari petani hingga ke tangan konsumen. Melalui sistem ini pula, pelacakan terhadap pelanggaran dapat dilakukan dengan lebih efisien, sehingga tindakan korektif dapat segera diambil tanpa harus menunggu dampak meluas di masyarakat.

Kasus beras oplosan menjadi cermin betapa pentingnya pengawasan terhadap sektor pangan nasional. Tidak hanya menyangkut kejujuran pelaku usaha, tetapi juga menyentuh isu keadilan sosial dan hak konsumen atas produk yang aman dan sesuai standar. Dengan kerja sama lintas sektor dan dukungan masyarakat, pemerintah optimistis dapat menyelesaikan persoalan ini secara tuntas dan menjadikan sektor pangan sebagai pilar kedaulatan yang kuat.

Melalui komitmen tegas dari Presiden, dukungan penuh dari kementerian teknis seperti Kementan, dan penegakan hukum oleh lembaga seperti Kejagung, masyarakat dapat menaruh harapan besar bahwa praktik-praktik curang seperti beras oplosan tidak lagi memiliki tempat di Indonesia. Pemerintah bertekad menjadikan kasus ini sebagai titik balik untuk menciptakan sistem pangan yang transparan, adil, dan berkelanjutan, demi kepentingan seluruh rakyat Indonesia.

*)Penulis merupakan Pengamat Kebijakan Publik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *