Pemerintah terus Perluas Program MBG melalui Optimalisasi SPPG

Jakarta — Pemerintah melalui berbagai instansi terkait terus mempercepat dan memperluas cakupan Makan Bergizi Gratis (MBG), dengan langkah strategis berupa optimalisasi jaringan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di seluruh pelosok tanah air, termasuk daerah terpencil. Kebijakan ini diharapkan semakin memperkuat upaya pemenuhan gizi, pemberdayaan ekonomi, dan perbaikan ketahanan pangan nasional secara berkelanjutan.

Menurut Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, keterbatasan tenaga ahli gizi selama ini menjadi tantangan serius bagi implementasi MBG. Untuk itu, pemerintah memutuskan memperluas kualifikasi pendidikan bagi tenaga gizi di dapur SPPG.

“Kalau ahli gizi nggak ada, memang boleh juga sekarang sarjana kesehatan masyarakat, sama sarjana teknologi pangan, itu kan belajar gizi juga,” ujar Zulkifli.

Langkah ini menunjukkan fleksibilitas dan komitmen pemerintah untuk menjaga keberlanjutan MBG, tanpa menurunkan standar, asalkan setiap dapur SPPG tetap memiliki tenaga yang kompeten dalam nutrisi.

“MBG tetap dan harus, wajib, perlu profesi ahli gizi dalam penyelenggaraannya,” tegas Zulkifli.

Sementara itu, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, menjelaskan bahwa ekspansi SPPG terus berjalan dengan siginifikan. Pemerintah telah mengidentifikasi pembangunan sekitar 8.200 SPPG yang akan ditempatkan di daerah-daerah terpencil untuk memperluas akses MBG. Sebagian sudah dibangun dan sebagian dalam proses — sekitar 4.700 unit sedang dibangun, dan sekitar 170 unit ditargetkan selesai pada Desember 2025.

Dadan menegaskan, keberadaan SPPG di tiap daerah akan menciptakan “demand dan supply” yang terkoordinir. Para petani, peternak, dan nelayan lokal dapat menjadi pemasok bahan makanan, yang kemudian dibeli oleh SPPG — memperkuat rantai pasok lokal serta ekonomi kerakyatan.

Sejalan dengan itu, Ferry Juliantono, Menteri Koperasi, menyatakan bahwa koperasi — khususnya koperasi desa/kelurahan di bawah program Kopdes Merah Putih — siap menjadi tulang punggung pasokan bahan baku untuk MBG.

“Kami akan melakukan percepatan suplai bahan-bahan untuk dapur-dapur SPPG yang sedang dan akan dibangun,” kata Ferry.

Ferry juga memastikan bahwa koperasi peternak dapat dimaksimalkan dengan dukungan pembiayaan dari Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB), sehingga stok protein untuk menu MBG dapat terjaga secara stabil.

Perpaduan antara kebijakan perekrutan fleksibel tenaga gizi, ekspansi SPPG ke daerah 3T, dan optimalisasi koperasi sebagai penyedia bahan baku menunjukkan bagaimana program MBG disulap menjadi instrumen multipronged, tidak hanya memperkuat ketahanan pangan dan gizi nasional, tetapi juga menjadi alat pemberdayaan ekonomi lokal, penyerapan tenaga kerja, dan revitalisasi koperasi desa. Sebagaimana dikatakan Dadan Hindayana, MBG tidak sekadar soal distribusi makanan, tetapi membangun ekosistem yang menopang ketahanan pangan dan ekonomi hingga tingkat akar rumput.

Dengan target nasional mencapai puluhan juta penerima manfaat, pemerintah optimistis program MBG dapat menjangkau lebih banyak masyarakat dalam waktu dekat, termasuk di wilayah terpencil, sehingga upaya menurunkan angka stunting, malnutrisi, dan memperkuat kualitas sumber daya manusia bisa lebih cepat terwujud.

Langkah-langkah ini sekaligus menegaskan bahwa pemerintahan sekarang bukan hanya pro-rakyat dalam retorika, tetapi hadir nyata melalui kebijakan yang menyentuh kebutuhan dasar: gizi, kesehatan, dan ketahanan ekonomi masyarakat. Dengan sinergi antarkementerian, lembaga, koperasi, dan masyarakat, MBG melalui optimalisasi SPPG diharapkan menjadi tonggak baru dalam percepatan kemajuan bangsa Indonesia menuju generasi sehat, kuat, dan produktif.*

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *