Pemerintah Tingkatkan Kualitas Tata Kelola BGN untuk Mengoptimalkan Program MBG

Oleh : Toni Setiawan )*

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digulirkan pemerintah bukan sekadar kebijakan bantuan pangan, tetapi investasi jangka panjang untuk menyiapkan generasi Indonesia yang lebih sehat, cerdas, dan produktif. Agar tujuan besar ini tercapai, dibutuhkan tata kelola yang kuat, rapi, dan akuntabel. Di sinilah peran Badan Gizi Nasional (BGN) menjadi kunci sebagai lembaga yang mengoordinasikan standar gizi, rantai pasok pangan, hingga pengawasan kualitas layanan di lapangan, sehingga MBG tidak hanya berjalan, tetapi benar-benar tepat sasaran.

Peningkatan kualitas tata kelola BGN dapat dilihat dari upaya pemerintah memperkuat perencanaan berbasis data. Tantangan utama program berskala nasional seperti MBG adalah memastikan kebutuhan gizi jutaan pelajar di berbagai daerah terpenuhi dengan menu yang seimbang dan sesuai standar. Dengan pengelolaan data yang baik, BGN bisa memetakan kebutuhan per daerah, memperhitungkan ketersediaan bahan pangan lokal, serta mengidentifikasi wilayah yang masih rawan gizi. Data inilah yang kemudian menjadi dasar pengambilan keputusan, bukan sekadar asumsi.

Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan mengatakan Pemerintah terus memperkuat tata kelola Program MBG agar lebih berdampak kepada masyarakat, melalui implementasi Peraturan Presiden (Perpres) No. 115/2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Program MBG. Salah satu langkah awal yang akan dilakukan adalah sosialisasi secara masif di tingkat pusat dan daerah.

Selain penguatan kelembagaan, transformasi digital menjadi fokus utama dalam pelaksanaan program. Sistem informasi MBG akan memanfaatkan data by name/by address dari berbagai kementerian dan lembaga, sehingga perencanaan program berbasis data kependudukan dan geospasial dapat terintegrasi.

Di sisi lain, tata kelola yang baik juga berarti adanya standar yang jelas dan mudah dipahami oleh seluruh pelaksana program. BGN perlu memastikan bahwa panduan menu, standar porsi, cara pengolahan, hingga kebersihan dapur dan alat makan, tersosialisasi dengan baik sampai ke tingkat sekolah dan Sentra Produksi Pangan Gizi (SPPG). Bahasa panduan harus sederhana, praktis, dan tidak membingungkan. Dengan begitu, guru, pengelola dapur, dan penyedia bahan pangan dapat menerapkan standar yang sama dari Sabang sampai Merauke.

Kepala Regional BGN Provinsi Aceh, Mustafa Kamal menjelaskan penguatan tata kelola BGN menyentuh aspek rantai pasok pangan. Program MBG idealnya tidak hanya memberi manfaat bagi pelajar, tetapi juga menghidupkan ekonomi lokal melalui kerja sama dengan petani, peternak, dan pelaku UMKM di sekitar wilayah sekolah. Untuk itu, dibutuhkan mekanisme pengadaan yang transparan, adil, dan tidak berbelit-belit. BGN, bersama kementerian dan pemerintah daerah terkait, tengah menyusun sistem yang memastikan harga wajar, pembayaran tepat waktu, serta meminimalkan peluang permainan spekulan dalam distribusi bahan pangan seperti telur, ayam, sayuran, dan bahan pokok lainnya.

Dalam konteks pengawasan, peningkatan kualitas tata kelola bisa diwujudkan melalui pemanfaatan teknologi digital. BGN dapat mengembangkan dashboard pemantauan yang terintegrasi, di mana sekolah dan SPPG melaporkan jumlah penerima manfaat, jenis menu yang disajikan, kendala di lapangan, hingga potensi masalah seperti keterlambatan pasokan atau lonjakan harga. Laporan yang masuk secara berkala memungkinkan pemerintah merespons lebih cepat sebelum gangguan kecil berkembang menjadi masalah besar yang menghambat distribusi makanan bergizi bagi pelajar.

Keterbukaan informasi kepada publik juga menjadi bagian penting dari tata kelola yang berkualitas. Masyarakat berhak mengetahui bagaimana program MBG dijalankan, seberapa besar anggaran yang digunakan, dan apa saja manfaat yang sudah dirasakan. BGN dapat rutin merilis laporan singkat yang mudah dipahami, dilengkapi infografis, testimoni penerima manfaat, serta contoh praktik baik dari daerah. Langkah ini bukan hanya memperkuat kepercayaan publik, tetapi juga menjadi cara efektif untuk menangkal disinformasi dan isu negatif yang sering beredar di media sosial.

Peran pemerintah daerah tidak bisa dipisahkan dari upaya peningkatan tata kelola BGN. Meski BGN berada di level nasional, keberhasilan MBG sangat bergantung pada sinergi dengan pemda, dinas pendidikan, dinas kesehatan, dan aparat di tingkat kecamatan hingga desa. BGN bisa menjadi “dirigen” yang mengarahkan orkestrasi kebijakan, sementara pemerintah daerah menjadi pelaksana utama di lapangan yang memahami konteks sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat setempat. Koordinasi rutin, pelatihan, dan supervisi menjadi jembatan agar kebijakan pusat tidak “nyasar” ketika diterapkan di daerah.

Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Sony Sonjaya mengatakan peningkatan kualitas tata kelola BGN bukan hanya soal memperkuat struktur birokrasi, tetapi tentang memastikan setiap anak yang menjadi penerima MBG benar-benar mendapatkan makanan bergizi yang layak. Program ini menyentuh masa depan bangsa dari kelas-kelas di sekolah dasar hingga kantin di sekolah menengah, dari desa terpencil hingga kota besar. Dengan tata kelola yang profesional, transparan, dan partisipatif, MBG dapat menjadi salah satu contoh bagaimana kebijakan pemerintah hadir secara nyata dalam kehidupan sehari-hari rakyat, sekaligus memperkuat fondasi SDM unggul menuju Indonesia Emas 2045.

Kedepan, program MBG diharapkan dapat benar-benar menjadi simbol gotong royong negara dan warganya dalam menyiapkan generasi masa depan yang lebih sehat, tangguh, dan berdaya saing. Dengan arah kebijakan yang konsisten dan dukungan masyarakat yang luas, Program MBG akan terus menjadi motor penggerak ekonomi daerah sekaligus pilar utama menuju Indonesia Emas 2045.

)* Penulis adalah Pengamat Sosial

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *