Oleh: Syafruddin Zulkarnain )*
Bencana banjir yang melanda sejumlah wilayah di Sumatera kembali mengingatkan bangsa ini pada kerentanan ekologis yang kian kompleks akibat perubahan iklim, degradasi lingkungan, serta tekanan pembangunan yang belum sepenuhnya berwawasan kebencanaan. Di tengah situasi tersebut, Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa kehadiran negara dalam pemulihan pascabencana menjadi pesan penting yang menumbuhkan harapan sekaligus memperkuat kepercayaan publik. Negara tidak hanya hadir pada fase tanggap darurat, tetapi juga mengambil peran strategis dalam memastikan pemulihan yang berkelanjutan, manusiawi, dan berkeadilan.
Langkah pemerintah dalam merespons banjir di Sumatera patut diapresiasi. Penanganan bencana yang ideal tidak berhenti pada evakuasi dan distribusi bantuan sementara, melainkan berlanjut pada fase rehabilitasi dan rekonstruksi yang terencana. Dalam konteks inilah, komitmen pemerintah membangun hunian tetap (huntap) menjadi fondasi penting untuk memulihkan martabat dan keberlanjutan hidup masyarakat terdampak.
Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait, menyampaikan bahwa pemerintah mulai membangun hunian tetap bagi korban banjir dan longsor di Sumatera. Sebanyak 2.603 unit huntap siap dibangun pada tahap awal dan mulai dilaksanakan bulan ini, meskipun situasi masih berada dalam fase tanggap darurat. Pernyataan ini mencerminkan perubahan paradigma penanggulangan bencana, di mana pemulihan tidak menunggu bencana benar-benar usai, tetapi dirancang sejak dini secara paralel.
Pembangunan huntap tersebut menjadi bagian dari program pemulihan pascabencana yang dilaksanakan secara terpadu, melibatkan pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta dukungan lintas kementerian dan lembaga. Pendekatan kolaboratif ini sangat relevan mengingat persoalan kebencanaan tidak bisa ditangani secara sektoral. Hunian yang dibangun bukan sekadar tempat berteduh, melainkan diharapkan menjadi ruang hidup yang aman, layak, dan adaptif terhadap risiko bencana di masa depan.
Dari perspektif lingkungan, pembangunan hunian tetap yang direncanakan secara matang juga berpotensi memutus siklus kerentanan bencana. Penataan kawasan permukiman pascabencana perlu memperhatikan daya dukung lingkungan, tata ruang berbasis risiko, serta keberlanjutan ekosistem. Dengan demikian, pemulihan tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga ekologis dan sosial.
Kehadiran negara semakin ditegaskan oleh Menteri Dalam Negeri, Muhammad Tito Karnavian, yang menyoroti pembangunan huntap bagi warga terdampak bencana di Kota Sibolga, Sumatera Utara. Mendagri menekankan pentingnya percepatan pendataan warga terdampak secara rinci oleh pemerintah daerah, termasuk klasifikasi rumah rusak ringan dan rusak sedang. Langkah administratif ini kerap dianggap teknis, namun sejatinya menjadi kunci keadilan dalam distribusi bantuan.
Mendagri menegaskan bahwa rumah yang rusak berat dan hilang menjadi tanggung jawab negara untuk dibangunkan kembali melalui skema gotong royong. Pernyataan ini menegaskan peran negara sebagai pelindung terakhir warga negara ketika terjadi situasi darurat. Skema gotong royong yang dikedepankan juga mencerminkan nilai luhur bangsa, di mana negara, daerah, dan masyarakat berjalan bersama dalam menghadapi krisis.
Dukungan legislatif turut memperkuat upaya pemulihan tersebut. Ketua Tim Pengawas Kebencanaan DPR RI sekaligus Kapoksi Komisi VIII DPR RI Fraksi Gerindra, H. M. Husni, menyampaikan bahwa penyaluran bantuan kemanusiaan dilakukan melalui jalur darat dari Medan menuju Aceh dengan mengerahkan enam armada bantuan. Bantuan yang disalurkan mencakup kebutuhan dasar seperti air bersih, obat-obatan, makanan siap saji, pakaian, selimut, hingga perlengkapan ibadah dan peralatan pendukung pemulihan seperti mesin pompa air dan genset.
Banjir yang melanda Aceh Tamiang meninggalkan dampak signifikan berupa endapan lumpur tebal yang merusak akses jalan dan rumah warga. Kondisi tersebut tidak hanya menghambat aktivitas sehari-hari, tetapi juga memperlambat proses pemulihan sosial dan ekonomi masyarakat. Oleh karena itu, penyaluran bantuan secara berkelanjutan dan menjangkau wilayah pelosok menjadi kebutuhan mendesak yang tidak boleh terputus.
Keterlibatan berbagai pihak, termasuk lembaga negara, relawan, dan donatur, menunjukkan bahwa penanggulangan bencana adalah kerja kolektif. Apresiasi kepada seluruh pihak yang berkontribusi dalam aksi kemanusiaan ini patut disampaikan, karena bantuan yang diberikan tidak hanya meringankan beban fisik, tetapi juga memulihkan harapan warga terdampak.
Di tengah tantangan kebencanaan yang semakin kompleks, langkah-langkah pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto menunjukkan komitmen kuat bahwa negara benar-benar hadir untuk rakyatnya. Dari pembangunan hunian tetap, penataan data yang akurat, hingga distribusi bantuan yang berkelanjutan, seluruh upaya tersebut mencerminkan keseriusan dalam membangun pemulihan yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Masyarakat diharapkan terus mempercayai dan mendukung langkah-langkah pemerintah dalam pemulihan pascabencana, sembari bersama-sama menjaga lingkungan agar risiko bencana di masa depan dapat diminimalkan. Dengan kepercayaan dan kolaborasi, pemulihan bukan hanya tentang bangkit kembali, tetapi melangkah lebih kuat dan lebih siap menghadapi masa depan.
)* Pengamat Studi Kebencanaan dan Lingkungan Hidup












Leave a Reply