Oleh: Dewi Amara )*
Langkah pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mempercepat pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset mendapat sambutan positif dari berbagai kalangan. Regulasi ini dipandang sebagai instrumen hukum penting untuk memperkuat upaya pemberantasan korupsi, sekaligus memastikan negara memiliki landasan tegas dalam merampas aset hasil tindak pidana.
Anggota Komisi III DPR, Nasir Djamil, menyatakan kesiapan lembaganya apabila pembahasan RUU tersebut dilimpahkan ke komisinya. Ia menegaskan, baik pimpinan maupun anggota sudah siap menjalankan tugas jika kepercayaan itu diberikan. Menurut Nasir, teknis pembahasan bisa diatur sesuai kebutuhan, apakah berjalan paralel dengan rancangan undang-undang lain atau diprioritaskan lebih dahulu. Yang terpenting, menurutnya, adalah kemauan politik untuk menjaga momentum agar aspirasi Presiden dan masyarakat bisa segera diwujudkan.
Pernyataan tersebut menunjukkan adanya keselarasan antara pemerintah dan DPR dalam menindaklanjuti aspirasi rakyat. Dukungan legislatif menjadi kunci agar draf RUU yang telah disiapkan pemerintah tidak kembali tertunda, sebagaimana yang terjadi pada periode sebelumnya. Dengan kesediaan DPR, peluang penyelesaian RUU Perampasan Aset pada tahun 2025 semakin terbuka lebar.
Dari sisi masyarakat sipil, dukungan datang dari kelompok pemuda. Ketua Umum Gerakan Milenial Indonesia Emas (GMIE) 2045, Ilham Abraham Mansyur, menilai RUU ini sebagai tonggak penting dalam reformasi hukum. Menurutnya, praktik korupsi tidak hanya menimbulkan kerugian keuangan negara, tetapi juga melemahkan pembangunan dan membebani generasi muda. Ia menegaskan, generasi milenial dan Z tidak ingin menjadi pewaris negara yang sarat dengan utang akibat praktik koruptif.
Ilham menambahkan, korupsi merupakan ancaman langsung bagi masa depan Indonesia, karena menghambat penciptaan lapangan kerja berkualitas dan menutup akses masyarakat terhadap kesejahteraan. Oleh sebab itu, GMIE 2045 memberikan dukungan penuh terhadap percepatan pembahasan RUU Perampasan Aset. Menurutnya, aturan tersebut perlu dibahas secara serius, pasal demi pasal, agar menghasilkan regulasi yang tidak hanya tegas kepada pelaku kejahatan, tetapi juga adil dan transparan.
Ia juga mengingatkan pentingnya menjaga kredibilitas proses hukum. Bagi generasi muda, keberadaan regulasi yang jelas akan menghadirkan optimisme bahwa negara benar-benar berkomitmen untuk membersihkan diri dari praktik korupsi. Dengan begitu, visi Indonesia Emas 2045 dapat diwujudkan bukan sekadar slogan, melainkan agenda nyata yang berakar pada tata kelola pemerintahan yang bersih.
Meski dukungan publik begitu kuat, kalangan akademisi menekankan perlunya kehati-hatian dalam merumuskan pasal-pasal di dalam RUU. Guru Besar Universitas Negeri Makassar, Prof. Harris Arthur Hedar, menilai bahwa meski tujuan RUU ini sangat mulia, ada beberapa ketentuan yang berpotensi menimbulkan masalah bila tidak diperjelas. Ia menyoroti salah satunya pasal yang memungkinkan perampasan aset tanpa menunggu putusan pidana. Menurutnya, aturan ini berpotensi bergeser dari asas praduga tak bersalah yang menjadi prinsip fundamental hukum.
Harris juga menekankan perlunya kejelasan dalam pasal yang menyebut harta dapat dirampas bila tidak seimbang dengan penghasilan sah. Baginya, frasa “tidak seimbang” terlalu subjektif dan bisa berdampak pada masyarakat kecil yang lemah administrasi. Ia memberi contoh petani atau warga yang mewarisi tanah tanpa dokumen lengkap bisa terseret meski tidak melakukan tindak pidana.
Selain itu, ia mengkritisi pasal yang memungkinkan perampasan aset meski tersangka telah meninggal, melarikan diri, atau dibebaskan. Menurutnya, klausul ini berpotensi merugikan ahli waris maupun pihak ketiga yang beritikad baik. Harris mengingatkan bahwa semangat pemberantasan korupsi tidak boleh mengorbankan hak-hak warga negara yang tidak bersalah.
Kendati demikian, ia tetap menegaskan pentingnya RUU Perampasan Aset untuk memperkuat instrumen hukum negara. Menurutnya, yang diperlukan adalah keseimbangan antara ketegasan negara dalam memberantas korupsi dan perlindungan hak-hak masyarakat. Jika rumusan pasal-pasal dilakukan secara cermat, RUU ini akan menjadi terobosan besar dalam reformasi hukum di Indonesia.
Apresiasi publik terhadap percepatan pembahasan RUU Perampasan Aset tidak terlepas dari besarnya kerugian negara akibat praktik korupsi. Berdasarkan catatan lembaga antirasuah, dalam beberapa tahun terakhir nilai kerugian negara akibat kasus korupsi mencapai ratusan triliun rupiah. Angka tersebut mencerminkan betapa seriusnya ancaman korupsi terhadap pembangunan nasional.
Karena itu, kehadiran undang-undang yang memungkinkan perampasan aset secara efektif diyakini dapat memperkuat langkah negara. Selama ini, proses hukum terhadap kasus korupsi sering kali terhambat karena pelaku menyembunyikan atau memindahkan kekayaan hasil kejahatan. Dengan regulasi baru, negara memiliki kewenangan lebih tegas untuk menelusuri, menyita, dan mengembalikan aset hasil tindak pidana.
Pemerintah sendiri telah menunjukkan keseriusannya dengan memasukkan RUU Perampasan Aset dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025. Kesepakatan ini menunjukkan adanya tekad politik yang sama antara eksekutif dan legislatif. Komitmen ini diharapkan mampu menjawab tuntutan masyarakat yang selama ini mendesak adanya langkah nyata untuk memberantas korupsi hingga ke akar-akarnya.
Percepatan RUU Perampasan Aset akan menjadi bukti nyata bahwa pemerintah tidak hanya mendengar aspirasi rakyat, tetapi juga menindaklanjutinya dengan langkah konkret. Jika berhasil disahkan, regulasi ini akan menjadi pijakan kuat bagi Indonesia untuk menegakkan keadilan, melindungi kekayaan negara, dan memastikan masa depan yang lebih bersih bagi generasi mendatang.
)* Pengamat Kebijakan Publik
Leave a Reply