Sinergi Lintas Sektor Percepat Realisasi Program MBG Menuju Indonesia Sehat

Oleh : Ricky Rinaldi

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi bukti nyata komitmen pemerintah dalam membangun generasi sehat dan unggul. Diluncurkan awal 2025 oleh Presiden Prabowo Subianto, program ini diarahkan untuk menjangkau 82,9 juta penerima manfaat, termasuk anak usia sekolah, balita, ibu hamil, dan menyusui. Dengan alokasi anggaran sebesar Rp121 triliun, MBG tidak hanya ditujukan untuk menanggulangi persoalan gizi, tetapi juga memperkuat struktur sosial, ekonomi, dan pangan nasional melalui pendekatan sinergis lintas sektor.

Keberhasilan pelaksanaan MBG secara nasional sangat bergantung pada kerja sama antarlembaga. Dalam Rapat Percepatan Pelaksanaan Program MBG pada akhir Juni 2025, Menko Bidang Pangan Zulkifli Hasan menyampaikan bahwa sebanyak 5,56 juta orang telah menerima manfaat MBG melalui 1.861 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), dengan penyerapan anggaran mencapai Rp5 triliun. Ia menekankan bahwa percepatan distribusi menjadi prioritas agar target nasional dapat segera dicapai. Ia juga menegaskan bahwa pemerintah mendorong percepatan pelaksanaan karena semakin banyak anak-anak Indonesia yang membutuhkan asupan gizi yang cukup untuk mendukung pertumbuhan mereka. Zulkifli menyebut penyelesaian Peraturan Presiden sebagai landasan hukum merupakan salah satu fokus penting yang akan mendorong kelancaran distribusi program ke seluruh daerah.

Komitmen lintas lembaga makin diperkuat dengan dukungan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Menteri PANRB Rini Widyantini menyatakan bahwa pelaksanaan MBG harus dilakukan melalui pendekatan kolektif, bukan sektoral. Ia menekankan pentingnya sinergi lintas instansi yang terbingkai dalam empat pilar utama, yakni sistem tata kelola, penyediaan dan penyaluran, promosi dan advokasi, serta pemantauan dan pengawasan. Rini menilai bahwa harmonisasi dari hulu ke hilir sangat menentukan keberhasilan program dan semua pihak harus terlibat aktif sesuai tugas dan fungsinya. Ia juga menyampaikan bahwa digitalisasi dan integrasi antarinstansi harus terus ditingkatkan agar pelaksanaan di lapangan menjadi lebih efisien, transparan, dan terukur.

Di tingkat pelaksana daerah, berbagai inisiatif telah dijalankan untuk mempercepat implementasi MBG. Pemerintah Kabupaten Musi Rawas Utara, misalnya, menjalin kolaborasi dengan UMKM, koperasi desa, dan kelompok tani untuk penyediaan bahan pangan bergizi. Inisiatif serupa terjadi di Bengkulu Utara dan Tulang Bawang Barat, yang memberdayakan kelompok masyarakat lokal dalam membangun dapur komunitas guna mendistribusikan makanan sehat secara rutin kepada siswa dan ibu hamil. Model pelibatan masyarakat seperti ini dinilai sangat efektif dalam menciptakan rasa memiliki dan meningkatkan keberlanjutan program.

Tak hanya di Pulau Jawa dan Sumatera, MBG juga menjangkau wilayah-wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar seperti Papua dan NTT. Di Distrik Intan Jaya, Papua Tengah, TNI bekerja sama dengan tokoh adat dan pemda dalam menjalankan SPPG berbasis kearifan lokal. Dukungan dari aparat dan tokoh masyarakat sangat penting agar penerima manfaat, terutama anak-anak di pelosok, bisa mendapatkan makanan bergizi sesuai kebutuhan dan budaya lokal. Pendekatan seperti ini menunjukkan fleksibilitas kebijakan pemerintah yang mampu menyesuaikan diri dengan kondisi wilayah.

Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan juga ikut berperan dalam memastikan sinergi antarkementerian berjalan optimal. Deputi III Kemenko PMK, Nunung Nuryartono, menyampaikan bahwa pemerintah terus memutakhirkan data penerima manfaat berbasis alamat dan prevalensi stunting agar alokasi intervensi gizi lebih tepat sasaran. Ia menekankan pentingnya keterpaduan antara data Bappenas, BPS, dan lembaga kesehatan agar keputusan alokasi dan distribusi lebih akurat. Selain itu, pangan lokal seperti maggot, kelor, dan telur ayam kampung mulai dimasukkan dalam menu MBG yang telah diuji kandungan gizinya dan efisien secara logistik.

Dari sisi tata kelola, sistem digital kini tengah dikembangkan untuk mengintegrasikan pengadaan, distribusi, pemantauan, dan pelaporan MBG dalam satu ekosistem data nasional. Pemerintah melalui SPBE (Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik) mendorong penggunaan teknologi di seluruh tahapan program. Rini Widyantini menyebut transformasi digital merupakan bentuk reformasi pelayanan publik yang menyentuh langsung kebutuhan masyarakat, dan merupakan bagian dari upaya mewujudkan birokrasi yang responsif, adaptif, dan berbasis data.

Di sisi pembiayaan, kerja sama dengan pihak swasta dan filantropi turut memperkuat fondasi program. Hibah dari lembaga internasional seperti Gates Foundation, ditambah dengan keterlibatan BUMN pangan dan lembaga keuangan seperti BRI, memungkinkan MBG tidak hanya ditopang APBN, tetapi juga mendapat dukungan berkelanjutan dari ekosistem ekonomi nasional. Koperasi dan UMKM yang menjadi bagian dari rantai pasok pangan lokal ikut merasakan manfaat ekonomi dari program ini, menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan keluarga.

Respons publik terhadap MBG juga sangat positif. Di berbagai sekolah dasar, para guru melaporkan bahwa siswa menjadi lebih fokus belajar setelah rutin menerima makanan bergizi. Di Merauke, kepala sekolah menyampaikan bahwa kehadiran siswa meningkat karena mereka merasa lebih semangat datang ke sekolah. Sementara itu, dapur komunitas yang dibentuk di beberapa daerah berhasil menyerap tenaga kerja lokal, mulai dari koki hingga pengantar makanan, yang semuanya kini terlindungi melalui BPJS Ketenagakerjaan.

Salah satu tantangan yang kini sedang diatasi pemerintah adalah peningkatan transparansi dan pengawasan di lapangan. Ombudsman RI memberikan masukan yang langsung ditindaklanjuti dengan audit dan perbaikan sistem oleh pemerintah. Pemerintah merespons cepat dengan menugaskan BGN dan pemda melakukan audit menyeluruh serta membenahi sistem pelaporan publik. Ke depan, pelibatan media lokal dan pemantauan berbasis masyarakat akan diperkuat agar tidak terjadi penyelewengan dana atau penurunan kualitas layanan.

Secara keseluruhan, MBG telah membuktikan bahwa pendekatan kolaboratif antar sektor merupakan kunci keberhasilan program sosial berskala nasional. Dengan regulasi yang semakin matang, pemanfaatan data yang akurat, dukungan anggaran besar, serta komitmen dari tokoh-tokoh seperti Zulkifli Hasan dan Rini Widyantini, MBG bertransformasi dari sekadar bantuan makanan menjadi investasi strategis bagi masa depan bangsa. Jika pola sinergi ini terus dipertahankan dan diperkuat, maka cita-cita Indonesia Sehat 2045 bukan lagi angan, melainkan kenyataan yang sedang dibangun hari demi hari.

*)Pengamat Isu Strategis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *