Oleh : Ivana Marvelia )*
Tahun pertama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menandai dimulainya transformasi besar dalam pembangunan manusia Indonesia melalui peluncuran Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Program ini menjadi salah satu kebijakan unggulan yang tidak hanya menargetkan peningkatan gizi dan penurunan angka stunting, tetapi juga menggerakkan ekonomi daerah melalui pelibatan petani, nelayan, koperasi, dan pelaku UMKM di seluruh Indonesia.
Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa MBG bukan sekadar program bantuan sosial, melainkan investasi jangka panjang bagi kualitas sumber daya manusia Indonesia. Makan Bergizi Gratis pada dasarnya adalah penyediaan makanan bergizi tanpa biaya. Program ini lahir dari pengalaman saya selama bertahun-tahun berkampanye. Presiden mengungkapkan, gagasan MBG berangkat dari keprihatinannya terhadap anak-anak Indonesia yang menderita kekurangan gizi dan stunting.
Dalam banyak kunjungan ke daerah, ia menyaksikan langsung kondisi anak-anak yang pertumbuhannya jauh di bawah usia sebenarnya akibat kemiskinan dan keterbatasan asupan gizi. Ia mengatakan setiap kali datang ke desa, disambut anak-anak yang berdiri di pinggir jalan, melambaikan tangan. Pihaknya menanyakan usia mereka, dan sering terkejut. Anak laki-laki kecil yang saya kira berumur empat tahun ternyata berumur sepuluh tahun. Anak perempuan yang saya kira berusia lima tahun, ternyata sudah sebelas tahun.
Presiden menilai bahwa MBG adalah wujud nyata keberpihakan negara terhadap masa depan bangsa. Ia juga mencontohkan program serupa di negara-negara seperti India dan Brasil yang berhasil menurunkan angka malnutrisi sekaligus menggerakkan sektor ekonomi lokal. Hingga pertengahan Oktober 2025, pemerintah telah membangun 11.900 dapur MBG yang setiap hari melayani 35,4 juta anak dan ibu hamil, atau sekitar 35 persen dari target nasional.
Tentu tetap menghadapi kendala. Beberapa kasus keracunan makanan memang terjadi, namun dari total jumlah makanan yang didistribusikan, angkanya hanya sekitar 0,0007 persen. Bahkan satu kasus pun tidak dapat diterima, tetapi tetap harus diperbaiki. Ia memastikan bahwa pemerintah terus memperkuat pengawasan dan standar operasional agar setiap makanan yang disajikan aman, higienis, dan memenuhi standar gizi.
Selain aspek kesehatan anak, MBG juga terbukti memberi dampak signifikan terhadap ekonomi daerah. Menteri Koperasi dan UKM, Maman Abdurrahman, menjelaskan bahwa program ini membuka peluang besar bagi pelaku usaha mikro di seluruh pelosok Indonesia. Program MBG itu menyasar dua hal, pertama peningkatan gizi anak-anak, kedua yaitu usaha mikro kecil menengah. Bayangkan, kalau sekarang sudah terbangun 1.000 dapur umum dan tiap dapur melibatkan 15 supplier, maka keterlibatan UMKM dalam MBG sudah sangat signifikan.
Maman menambahkan, MBG telah membentuk ekosistem ekonomi baru di daerah-daerah. Banyak wilayah kini mulai memproduksi bahan pangan sendiri demi memenuhi kebutuhan dapur MBG. Misalnya ada daerah yang tidak punya telur, akhirnya mau tidak mau akan produksi sendiri dengan beternak ayam petelur. Ini menunjukkan efek berganda ekonomi dari MBG.
Maman juga mengakui bahwa pelaksanaan MBG masih perlu penyempurnaan, namun menegaskan semangat kolaborasi sebagai kunci suksesnya. Pihaknya sadar bahwa program baru tidak akan langsung sempurna. Maka dari itu pihaknya butuh dukungan berbagai sektor untuk melakukan evaluasi agar program ini semakin lebih baik.
Anggota Komisi IX DPR RI, Ahmad Safei, menilai MBG sebagai kebijakan strategis yang menjawab dua tantangan utama bangsa: peningkatan kualitas gizi dan penguatan ekonomi lokal. Program ini bukan sekadar membagikan makanan bergizi, tetapi membangun ekosistem produksi pangan lokal. Petani, peternak, dan pelaku usaha kecil di desa kini memiliki pasar yang lebih pasti dan berkelanjutan. Ia menambahkan, dengan jaminan permintaan yang stabil, roda ekonomi daerah akan berputar lebih cepat dan menciptakan efek pengganda bagi kesejahteraan masyarakat.
Sementara itu, Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Daerah Tertinggal, Agustomi Masik, menekankan pentingnya kemandirian desa dalam mendukung MBG. Pihaknya ingin desa menjadi pusat produksi. Bahan pangan seperti sayur, telur, dan hasil olahan lainnya diharapkan tidak lagi bergantung dari luar, tetapi disuplai dari unit produksi desa. Dengan begitu, desa tidak hanya menjadi objek program, tetapi menjadi subjek pembangunan ekonomi.
Auditor Ahli Pertama dari Badan Gizi Nasional (BGN), Kholiddin, menilai bahwa MBG merupakan model integrasi yang efektif antara kebijakan gizi dan ekonomi kerakyatan. Ia mengatakan, Pengawasan dan pendampingan harus dilakukan secara terpadu. Pihaknya memastikan seluruh bahan pangan yang digunakan memenuhi standar gizi dan higienitas. Selain itu, partisipasi masyarakat lokal dalam penyediaan bahan makanan harus terus diperkuat.
Implementasi di lapangan juga menunjukkan hasil positif. Di sejumlah daerah seperti Kolaka dan Banyumas, pemerintah daerah telah membangun dapur produksi berbasis UMKM dan koperasi desa untuk mendukung MBG. Langkah ini berhasil membuka lapangan kerja baru bagi ibu rumah tangga dan pemuda desa, sekaligus meningkatkan transaksi pangan lokal.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Bogor, Teuku Mulya, menilai MBG membawa dampak nyata bagi ekonomi mikro. Pihaknya mendorong Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi agar memaksimalkan penggunaan produk dari produsen lokal yang dekat dengan dapur MBG. Dengan begitu, warga sekitar juga bisa merasakan sirkulasi ekonomi dari program ini. Ia menyebut, salah satu contoh keberhasilan ada di Kecamatan Bojonggede yang mulai memprioritaskan pembelian bahan pangan dari masyarakat setempat. Itu yang diharapkan Pak Prabowo, agar proyek MBG tidak hanya menyuplai makanan bagi siswa, tapi juga menggerakkan ekonomi warga loka.
Tahun pertama pelaksanaan program MBG menunjukkan bahwa kebijakan tersebut telah menjadi fondasi penting dalam mewujudkan generasi emas Indonesia. Dengan dampak ganda meningkatkan kualitas gizi anak-anak dan menghidupkan ekonomi desa MBG menjelma menjadi simbol komitmen pemerintahan Prabowo-Gibran terhadap kesejahteraan rakyat. Program ini bukan hanya memberi makan anak-anak Indonesia, tetapi juga menumbuhkan harapan bahwa masa depan bangsa akan lebih sehat, cerdas, dan berdaulat secara ekonomi.
)* Pengamat Ekonomi
Leave a Reply