Vonis Tom Lembong Buktikan Penegakkan Hukum Tak Tebang Pilih

Oleh: Destin Putri )*

Putusan pengadilan terhadap Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi impor gula tahun 2015–2016 menjadi salah satu perhatian besar publik. Namun di tengah sorotan tersebut, pemerintah melalui lembaga peradilan tetap menegaskan komitmennya untuk menjalankan hukum tanpa tekanan dari pihak mana pun.

Juru Bicara Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Andi Saputra, menyatakan bahwa Majelis Hakim dalam menjatuhkan putusan bertindak murni berdasarkan fakta yang terungkap selama proses persidangan. Tidak ada unsur intervensi, baik dari tekanan politik, media sosial, maupun opini yang berkembang di luar ruang sidang.

Menurut Andi, jalannya sidang berlangsung secara objektif, sesuai dengan prinsip hukum yang berlaku di Indonesia. Ia memastikan bahwa seluruh bukti dan keterangan saksi menjadi dasar utama dalam pengambilan keputusan oleh majelis.

Pihak pengadilan pun mengingatkan bahwa setiap warga negara memiliki hak untuk menempuh upaya hukum. Dalam konteks ini, terdakwa maupun jaksa masih dapat mengajukan banding sebagai bentuk keberatan atas putusan yang ada.

Lebih lanjut, Andi menyoroti pentingnya membaca putusan secara utuh. Ia melihat banyak opini publik yang hanya menyoroti sebagian pertimbangan hakim. Hal ini, menurutnya, bisa menimbulkan kesimpulan keliru di masyarakat.

Ia mendorong agar masyarakat memahami secara menyeluruh isi dokumen putusan. Dengan begitu, benang merah pertimbangan hukum yang diambil majelis dapat dinilai secara adil dan berimbang.

Andi juga menilai bahwa kritik dari masyarakat merupakan bentuk kepedulian terhadap sistem peradilan. Sepanjang kritik disampaikan dalam kerangka konstruktif, maka institusi peradilan menyambutnya sebagai bagian dari pengawasan publik.

Sementara itu, Ketua Komisi Kejaksaan RI, Pujiono Suwadi, turut merespons berbagai spekulasi yang beredar. Ia menegaskan bahwa kasus ini tidak terkait dengan politisasi. Sejak awal penanganannya, Komisi Kejaksaan telah memberikan masukan kepada Kejaksaan Agung agar tetap berpegang pada prinsip hukum.

Pujiono menjelaskan bahwa penyelidikan terhadap perkara ini dimulai jauh sebelum isu politisasi mencuat ke ruang publik. Menurutnya, proses hukum sudah dimulai sejak Juni 2023 dan berjalan secara profesional hingga ke tahap penuntutan.

Dalam perjalanannya, Kejaksaan juga disebut telah memanggil sejumlah pihak lain yang berkaitan dengan kebijakan impor gula tersebut. Bahkan, nama-nama besar seperti Rahmat Gobel dan Enggartiasto Lukita telah dimintai keterangan sebagai bagian dari rangkaian penyidikan.

Pujiono mengakui bahwa penanganan semua pihak secara bersamaan memiliki risiko teknis dan politis yang besar. Oleh karena itu, penindakan dilakukan secara bertahap agar tidak menimbulkan gangguan dalam sistem hukum yang sedang berjalan.

Ia menyatakan bahwa alasan pemanggilan Tom Lembong lebih dahulu dilakukan adalah demi efektivitas proses. Ketegasan itu sekaligus menjadi penanda bahwa tidak ada pengabaian terhadap prinsip keadilan, dan semua proses berjalan dalam koridor hukum.

Ketua Umum Asosiasi Dosen Ilmu Hukum dan Kriminologi Indonesia, Dr. Edi Hasibuan, memberikan pandangan dari sisi akademik. Menurutnya, putusan pengadilan terhadap Tom Lembong tidak bisa dikaitkan dengan upaya kriminalisasi.

Ia menjelaskan bahwa vonis tersebut diambil setelah semua tahapan hukum dilalui secara transparan. Persidangan diikuti dengan pengajuan alat bukti, keterangan saksi, dan pembuktian yang sah menurut hukum.

Edi menegaskan bahwa hakim bertindak berdasarkan fakta hukum, bukan spekulasi atau tekanan. Ia juga menyebut bahwa sistem peradilan yang berjalan dalam kasus ini merupakan bukti bahwa posisi pejabat publik tidak menjamin kekebalan hukum.

Ia mengakui bahwa meskipun Tom Lembong tidak menerima uang secara langsung, tanggung jawabnya dalam kebijakan impor memiliki dampak besar terhadap keuangan negara. Peran strategisnya dalam menerbitkan izin impor tanpa rekomendasi dari kementerian teknis telah menyebabkan kerugian negara yang signifikan.

Menurut Edi, perdebatan mengenai niat jahat atau tidak dalam perkara ini tidak bisa menjadi satu-satunya dasar untuk menolak pertanggungjawaban hukum. Dalam hukum pidana, kelalaian yang menimbulkan kerugian juga dapat dijerat sesuai peraturan yang berlaku.

Ia memandang bahwa sistem peradilan telah menunjukkan independensinya. Hal ini membuktikan bahwa penegakan hukum tidak bergantung pada posisi atau popularitas seseorang, melainkan pada pertanggungjawaban atas tindakan dan kebijakan yang diambil.

Masyarakat, menurut Edi, seharusnya melihat kasus ini sebagai momentum untuk memperkuat budaya hukum yang berkeadilan. Ketika semua proses berjalan dengan terbuka, maka tidak ada alasan untuk mempertanyakan integritas lembaga hukum.

Dukungan terhadap jalur hukum yang sedang berlangsung menjadi bagian dari upaya menjaga supremasi hukum. Pemerintah dan lembaga peradilan telah menunjukkan bahwa mereka tidak tunduk pada tekanan, baik dari dalam maupun luar sistem.

Reaksi masyarakat yang muncul di media sosial maupun forum publik harus diarahkan ke ruang-ruang yang konstruktif. Perdebatan diperlukan, tetapi harus tetap dalam bingkai penghormatan terhadap proses hukum yang berjalan.

Putusan terhadap Tom Lembong memang menimbulkan pro dan kontra. Namun, perlu disadari bahwa pengadilan bekerja dengan kerangka hukum, bukan pada opini.

Ketika jalur hukum ditempuh dengan benar, maka masyarakat pun seharusnya mendukungnya. Tidak ada tempat bagi spekulasi dan praduga yang berlebihan dalam proses hukum yang sah.

Pemerintah dan lembaga penegak hukum telah menunaikan tugasnya sesuai tanggung jawab. Kini, saatnya masyarakat menjaga kepercayaan itu dengan bersikap dewasa dan menghormati jalur hukum yang telah ditempuh.

Dengan cara demikian, keadilan akan tetap hidup sebagai bagian penting dalam sistem demokrasi yang beradab.

)* Pengamat Hukum

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *