Oleh : Aditya Anggara )*
Kebutuhan akan perumahan yang layak dan terjangkau masih menjadi tantangan besar di Indonesia. Terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah, akses terhadap hunian yang manusiawi sering kali terhambat oleh berbagai kendala, mulai dari harga tanah yang terus meroket, keterbatasan pasokan lahan, hingga keterjangkauan kredit perumahan. Dalam konteks ini, wacana subsidi tanah oleh pemerintah menjadi terobosan yang sangat relevan dan berpihak pada rakyat kecil. Wacana ini bukan hanya menunjukkan keberpihakan negara, tetapi juga membuka jalan baru bagi keberhasilan program sejuta rumah dan mempercepat penyelesaian backlog perumahan yang selama ini membelit.
Salah satu persoalan utama dalam pembangunan rumah subsidi adalah mahalnya harga tanah, terutama di wilayah-wilayah yang strategis dan dekat dengan pusat aktivitas masyarakat. Selama ini, subsidi perumahan sebagian besar hanya difokuskan pada pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan bantuan uang muka, sementara komponen harga tanah tidak tersentuh. Padahal, tanah bisa menyumbang lebih dari 40% terhadap harga rumah. Jika harga tanah bisa ditekan melalui subsidi atau intervensi negara, maka harga akhir rumah otomatis akan menjadi jauh lebih terjangkau bagi masyarakat.
Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Fahri Hamzah mengatakan fokus pemerintah saat ini adalah menyediakan rumah bagi masyarakat karena masih ada jutaan orang yang mengantre untuk memiliki rumah. Dengan rencana subsidi tanah, pihaknya menilai cara ini dapat mendorong masyarakat agar bisa membangun rumah di lahan tersebut. Tanah yang diberikan subsidi juga akan berdampak pada harga rumah. Jika tanahnya murah, maka harga rumahnya juga lebih terjangkau.
Wacana subsidi tanah ini merupakan langkah strategis yang berpikir jangka panjang. Dengan memberikan subsidi pada aspek lahan, pemerintah secara tidak langsung memperkuat fondasi pembangunan hunian terjangkau yang lebih merata dan berkeadilan. Ini akan membuka peluang lebih luas bagi pengembang perumahan rakyat, baik swasta maupun BUMN, untuk membangun rumah subsidi di lokasi-lokasi yang lebih layak huni dan terkoneksi dengan infrastruktur publik, tanpa harus mengorbankan margin keuntungan mereka.
Tidak hanya soal harga, subsidi tanah juga bisa mendorong efisiensi tata ruang dan distribusi hunian yang lebih baik. Dengan adanya insentif berupa tanah bersubsidi atau bahkan hibah tanah dari pemerintah pusat maupun daerah, pembangunan perumahan bisa diarahkan ke lokasi-lokasi strategis yang sudah dilengkapi infrastruktur dasar seperti jalan, listrik, air bersih, sekolah, dan fasilitas kesehatan. Ini akan memotong biaya pembangunan dan transportasi masyarakat, sekaligus meningkatkan kualitas hidup penghuni rumah subsidi itu sendiri.
Pemerintah daerah pun akan lebih terdorong untuk berperan aktif jika skema subsidi tanah ini direalisasikan. Pemerintah pusat dapat mendorong kolaborasi dengan pemda untuk menyediakan lahan milik negara atau lahan tidak produktif sebagai kawasan pembangunan rumah subsidi. Bahkan, ini dapat diperluas ke model kerja sama pemanfaatan lahan milik BUMN atau instansi pemerintah lainnya yang selama ini belum dimaksimalkan. Melalui skema sinergis ini, backlog perumahan nasional yang saat ini mencapai jutaan unit bisa dikejar lebih cepat.
Sementara itu, Direktur Utama Bank Jateng, Irianto Harko Saputro mengatakan sebagai salah satu bank pelaksana KPR Sejahtera Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang paling aktif dan konsisten sejak 2013, Bank Jateng mencatat pertumbuhan signifikan dalam penyaluran pembiayaan rumah subsidi. Baik melalui skema konvensional maupun syariah, Bank Jateng menunjukkan tren kinerja positif dalam mendukung pembangunan hunian layak dan terjangkau bagi masyarakat.
Kemudian dari sisi keberlanjutan fiskal, skema subsidi tanah bisa dikelola dengan pendekatan kreatif. Tidak semua subsidi harus berbentuk uang tunai. Pemerintah dapat memberikan insentif dalam bentuk pembebasan biaya perolehan tanah, penurunan pajak bumi dan bangunan (PBB), atau bahkan skema penggunaan tanah dengan sistem sewa jangka panjang yang sangat rendah (land lease). Dengan pendekatan ini, beban APBN tetap terjaga, namun manfaat subsidi tetap dirasakan oleh masyarakat secara luas.
Wacana subsidi tanah juga dapat memperkuat sinergi dengan program-program lain seperti pembangunan kota satelit, kawasan transmigrasi modern, hingga integrasi dengan transportasi publik massal. Jika lahan disediakan oleh pemerintah di kawasan dekat stasiun, terminal, atau simpul transportasi, maka masyarakat tidak hanya memperoleh rumah yang terjangkau, tetapi juga kemudahan mobilitas yang akan berdampak langsung pada produktivitas dan kualitas hidup.
Tentu, agar wacana ini tidak hanya berhenti sebagai retorika, dibutuhkan komitmen kuat dari semua pemangku kepentingan pemerintah pusat, daerah, pengembang, serta lembaga keuangan. Regulasi harus disiapkan, tata kelola harus transparan, dan sistem pengawasan harus berjalan. Namun jika berhasil dijalankan, subsidi tanah dapat menjadi game changer dalam penyediaan hunian layak untuk seluruh rakyat Indonesia.
Pemerintah hadir bukan sekadar menjadi regulator, tetapi sebagai fasilitator dan enabler dalam pemenuhan hak dasar masyarakat. Dengan subsidi tanah, pemerintah mengirimkan pesan kuat bahwa setiap warga negara berhak atas tempat tinggal yang layak, aman, dan manusiawi. Ini adalah langkah berani menuju Indonesia yang lebih adil dan sejahtera.
)* Penulis adalah pengamat kebijakan publik
Leave a Reply